Minggu, 28 Oktober 2018

Yogyakarta dan Pengabulan Doa

Tepat 3 minggu yang lalu, cita-cita untuk bisa mengunjungi Yogyakarta terwujud. Masih ingat dengan postingan yang ini? Sesungguhnya ini tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan. Iya. Selalu saja ada hal yang membuat tabungan itu tidak bertambah. Malah berkurang. Hahaha, tidak untuk dicontoh! XD
Lalu, bagaimana caranya agar impian itu bisa terwujud? Perjalanan yang menjadi cita-cita sejak.. film AADC 2 rilis. Sejak.. temanku Farras yang selalu memberi semangat, tuntutan, tips, dan foto yang semakin membuat ingin menyegerakan kesana. Sebenarnya, sudah 2 kali aku mengunjungi kota tersebut. Study tour SMP dan Study Banding SMA. Tapi perjalanan kali ini berbeda. Sendiri, mandiri, dan.. nekat.
Beberapa kali niat itu gagal, niat itu dibatalkan, rencana itu tidak berjalan semestinya. Aku sudah merencanakan perjalan ini bersama teman-temanku di kampus. Kami sudah menabung bersama. Berencana bahwa liburan akhir semester genap kemarin menjadi awal mula cerita kami di Yogyakarta. Rencana hanyalah rencana. Istilahnya, H2C alias Hayu-Hayu Cicing. Memang, aku yang menjadi otak dari niat liburan ini, sementara lainnya tidak semenggebu niat yang aku miliki. Maka ketika tidak terlaksana, mungkin kekecewaan tidak menjadi beban.
Berawal dari keinginan melakukan perjalanan yang bermanfaat. Tidak sekedar liburan. Karena aku berpikir dengan ini, mungkin Allah akan merestui. Bahkan bisa jadi dibiayai. Maka dimulailah pencarian kegiatan yang dilaksanakan di Yogyakarta agar berlibur sekaligus menambah ilmu, dan aku bertemu dengan Youth Adventure Day 2018. Perjalanan 6 hari 5 malam pun terlaksana. Dengan menginap di sebuah kos mahasiswi, Linda namanya, adik dari Kharisma, teman sekelasku. Pada perjalanan ini, aku membagi menjadi 3 bagian dengan judul tulisan Yogyakarta dan Pengabulan Doa, Yogyakarta dan Pencapaian Mimpi, dan Youth Adventure Day 2018.

Selasa, 25 September 2018

Keberangkatan menuju kesana banyak pertimbangan. Karena, ini perjalanan jauh pertama seorang diri. Bingung, antara menggunakan bis atau kereta. Karena lagi-lagi masalah biaya. Naik bis memang mudah karena keberangkatannya bisa dimulai dari Purwakarta, tapi tentu harga tiket lebih mahal, katanya. Berhubung aku tak tahu rute, dan masalah anak kampung yang merasa mual jika menaiki bis (padahal ber-ac) untuk perjalanan jauh, aku memilih untuk menaiki kereta api, ekonomi. Meskipun keberangkatan harus dimulai dari stasiun Kiara Condong, Bandung. Malam itu aku memesan tiket via aplikasi Tr*velok*, dengan memanfaatkan diskonnya. Lumayan, potongan 25 ribu dengan tiket berangkat pada Rabu, 3 Oktober 2018 pukul 18.15 WIB dari Stasiun Kiara Condong, dan pulang pada Senin, 8 Oktober 2018 pukul 14.10 WIB dari Stasiun Lempuyangan. 
Harga total yang harus aku bayar ialah
Kahuripan (berangkat)                Rp 80.000
Pasundan (pulang)                      Rp 88.000
Convenience Fee                        Rp 15.000
Asuransi                                      Rp 12.500
Potongan                                     Rp 205 + Rp 20.000
Total                                            Rp 175.295

Selasa, 2 Oktober 2018

Persiapan baru dimulai H-1 karena kegiatan di kampus sedang padat sebenarnya. Meminjam carrier pada kakak tingkat, dan power bank pada teman karena gawai yang sudah sulit diandalkan ketahanan baterainya. Alhasil, packing yang tidak baik, terlalu menghamburkan banyak ruang menjadi permasalahan yang dihadapi. Tapi mau bagaimana lagi, resiko seorang deadliner. Satu carrier, dan satu mini daypack kiranya cukup. Meski disertai embel-embel matras diluar, dan satu kantung keresek berisi air mineral+snack.


Rabu, 3 Oktober 2018

Perkuliahan dimulai pukul 08.00 WIB berakhir pukul 12.00 WIB. Jujur saja, pikiranku entah kemana saat di kelas. Raga disana, tapi pikiran sudah ingin pergi menuju Yogyakarta. Pukul 12.00 WIB aku bergegas menuju Pasar Jumat, melengkapi perlengkapan. Mini daypack yang aku maksud sebelumnya juga baru dibeli hari itu. Pukul 13.00 WIB kembali ke rumah dan menyelesaikan barang yang harus dibawa. Pukul 13.50 WIB menuju travel *rnes. Sayangnya, tiket yang tersedia pukul 15.30 WIB. Mau tidak mau harus menunggu dengan hati yang cemas, takut tertinggal kereta. Pukul 16.50 WIB sampai di Baltos, Bandung. Langsung dilanjut dengan memesan Gr*bbike untuk perjalanan selanjutnya. Sempat ditolak 2x, padahal sedang buru-buru. Untungnya, driver ketiga mau mengantar.

Pertama kalinya sampai di Stasiun Kiara Condong ternyata jarak gerbang dengan pintu masuk cukup jauh, ada rasa kecewa karena driver tidak menawarkan diri untuk mengantar sampai dalam. Padahal perihal uang parkir pasti akan ditambah oleh penumpang. Sempat kebingungan untuk mencetak tiket, bertanya kepada petugas. Kemudian mencetak tiket untuk keberangkatan. Menunggu sebentar, dan ternyata stasiun ramai sekali hari itu. Aku mencoba bergabung, namun karena nafas yang masih terengah-engah membuat mengurungkan niat. Hanya mengabari orang tua, teman, dan Farras yang sebelumnya sudah bertanya tentang posisiku. Sekitar pukul 17.00 WIB lewat, petugas memberi tahu bahwa kereta Kahuripan sudah siap dan penumpang diminta menaiki kereta.

Seorang diri mengantri untuk melewati pemeriksaan petugas dengan ke-ribet-an yang diciptakan sendiri, menyiapkan kartu identitas (KTP) dan tiket kereta yang tersobek sedikit pada bagian ujung sebelah kiri atasnya. Karena ini merupakan pengalaman pertama, aku memutuskan untuk langsung menaiki gerbong kereta. Mencari nomor tempat duduk di gerbong Ekonomi 4 kursi 15 E, kursi yang aku pilih ini untuk duduk berdua, dan aku memilih duduk dekat dengan jendela. Dengan harapan tidak pusing saat perjalanan karena bisa melihat pemandangan yang sebenarnya tak terlihat apa-apa, tertelan gelapnya malam.
Bersebelahan dengan seorang ibu sekaligus mahasiswi S2 di sebuah universitas negeri di Sumedang, serta berhadapan dengan seorang mahasiswi fresh graduated sebuah universitas negeri di Surabaya. Keduanya merupakan lulusan jurusan keperawatan. Dan sesungguhnya, ibu itu adalah lulusan sarjana yang satu almamater dengan mahasiswi fresh graduated. Bisa dibayangkan kala itu, mereka dengan mudahnya bisa membangun topik karena berasal dari latar belakang yang sama dan asal daerah yang sama. Aku? Sesekali mendengarkan dan melemparkan tanya. Hanya mengamati dan ikut tertawa. Padahal, bahasa yang mereka pakai adalah bahasa jawa, dimana bukan bahasa daerahku. Kembali mengabari orang tua, dan Farras adalah pilihan yang terbaik. Mengenai makan malam? Tentu aku sudah mempersiapkannya dari rumah. Membawa nasi, dan memakannya dalam kereta yang berjalan. Aku beruntung, nomor kursi yang ku pesan ternyata searah dengan lajunya kereta. Sehingga tidak ada penyebab pusing tambahan dikarenakan posisi yang membelakangi. Terima kasih video youtube.
Perjalanan diisi dengan tertidur, sesekali terbangun karena suara pemberitahuan sudah sampai di stasiun apa. Ah, aku rindu suara itu. Ada satu hal yang sebenarnya tidak pernah terpikirkan. Farras memberitahu bahwa dia akan menjemput di Stasiun Lempuyangan, dimana kedatangan kereta pukul 02.40 WIB, padahal di daerah sana pada pukul segitu banyak Klitik alias begal---.

Kamis, 4 Oktober 2018
Pukul 02.00 WIB aku terbangun. Seperti perjanjian sebelumnya, aku akan mengabari Farras 10 menit sebelum sampai di stasiun. Maka untuk mengisi waktu, yang aku lakukan adalah scrolling timeline. Tidak terasa tepat pukul 02.30 WIB, aku meneleponnya sekaligus membangunkannya, memberitahukan bahwa 10 menit lagi akan sampai di stasiun. Pukul 02.40 WIB kereta sampai di Stasiun Lempuyangan. Beristirahat sebentar dengan raut wajah yang lulungu, mengamati keadaan sekitar dan bersyukur akhirnya bisa sampai di Yogyakarta. Sambal menunggu jemputan, aku mendirikan sholat di mushola stasiun, berdandan secukupnya untuk menutupi wajah yang sangat pucat dilihat. Farras tiba, dan sedikit mengeluh karena lamanya aku keluar dari peron. Sempat ada miss komunikasi tentang pintu keluar, yang akibatnya aku harus berjalan menuju pintu masuk stasiun. Lalu kami bertemu, dan menghabiskan Kamis dengan mengelilingi Yogyakarta. Selengkapnya di Yogyakarta dan Pencapaian Mimpi.

Jumat, 5 Oktober - Minggu, 7 Oktober 2018
Petualangan Youth Adventure Day 2018 dimulai. Selengkapnya di Youth Adventure Day 2018. Dan pada Minggunya, ada hal yang seharusnya tak terjadi, Yogyakarta dan Pencapaian Mimpi.

Senin, 8 Oktober 2018
Menghabiskan pagi hingga siang hari sebelum pulang dengan berkeliling Yogyakarta, bersama dua teman baru, dari Bandung. Pukul 13.07 WIB, Farras menelepon untuk bertanya posisi. Dia menjemput menggunakan motornya, dan aku pergi menuju stasiun terlebih dahulu daripada kedua temanku. Sedikit terburu-buru karena waktu yang mepet dengan keberangkatan kereta. Agak panik takut terjebak macet. Setelah mencetak tiket, dan mengobrol sebentar dengan Farras. Kedua temanku datang. Kami langsung mengantri menaiki kereta. Aku berpisah dengan Farras. Pukul 24.00 WIB kami sampai di stasiun. Menunggu hingga subuh untuk bisa melanjutkan perjalanan. Aku memesankan temanku Gr*ab agar dia bisa pulang terlebih dahulu menuju rumahnya di Cimahi. Ini adalah waktu terburuk, aku menunggu dengan kegabutan. Cukup lama hingga temanku sampai di rumahnya, dan aku memesan Gr*b untuk menuju travel *rnes di Baltos, Bandung. Menaiki travel keberangkatan pertama pada pukul 05.35 WIB, dan sampai di Purwakarta pukul 06.40 WIB.
Mengejar kelas pagi, pukul 07.00 WIB, ketika sampai di travel Gi*nt, langsung bergegas menuju kampus di seberang, padahal gerbang swalayan tersebut masih tertutup rapat. Akhirnya dengan nekat aku memanjat gerbang. Hahaha, yang terpenting sampai dan bisa bersegera menuju tempat kos Widia, menumpang mandi dan meminjam baju untuk bersiap masuk kelas. Meski seperti yang sudah diperkirakan, kami berdua kesiangan. Pukul 07.20 WIB baru sampai di kelas, tapi dosenku kala itu sangat baik. kami dipersilakan masuk dan mengikuti kelas.

           Yogyakarta dan Pencapaian Mimpi

Youth Adventure Day 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar