Senin, 29 Oktober 2018

Yogyakarta dan Pencapaian Mimpi


Perjalanan ini memang benar tidak akan terlaksana tanpa perantara Farras, ya, secara tidak langsung. Karena memang dia yang memotivasi cukup gencar selama beberapa bulan yang lalu. Hingga akhirnya hari itu datang.
Kamis, 4 Oktober 2018
      Pukul 03.00 WIB lebih kami bertemu. Karena miss komunikasi itu, lucu juga, dia menunggu di ruang tunggu dalam stasiun. Sementara aku berada di luar stasiun. Aku mengirim foto posisiku yang sebenarnya berada di belakangnya. Sebelum pergi dari stasiun, aku menyempatkan mengambil gambar tulisan Stasiun Lempuyangan yang menyala karena lampu. Mengenai perjalanan ini, aku tidak memberitahu secara detail kepada teman-teman. Karena memang bukan tipe yang suka banyak bercerita, dan aku rasa tak perlu banyak yang tahu. Toh, hanya menjadi main participant bukan perwakilan dari sebuah lomba. Niatnya ingin memberitahu kepada semua ketika aku sudah tiba di Yogyakarta. Tapi teman dekatku yang memang sudah tahu, membocorkan terlebih dahulu dengan membuat sebuah whatsapp status. Tak apa sih, hanya rencanaku sedikit gagal. Meski tetap, aku melanjutkan rencana tersebut. Hehe.
#Subuh di Malioboro
Aku berencana menuju tempat kos Linda setelah subuh. Meski sebenarnya hingga aku sudah sampai Yogyakarta pun aku belum mendapatkan alamat kos Linda. Farras mengajakku ke Malioboro sembari menunggu kabar dari Linda. Malioboro kala itu sepi, tapi tak mati. Tetap ada beberapa orang disana, dan juga penjual makanan. Aku tidak terlalu memerhatikan dengan jelas karena kondisiku yang masih membawa banyak barang, juga jiwa yang belum terkumpul total sehabis bangun dari tidur. Atau ini bisa dinamakan jetlag? Ups, jika menaiki kereta berubah menjadi.. trainlag? Lupakan. Udara disana cukup dingin, tapi tak sedingin Bandung. Mengenai barang bawaan, sudah diprediksi, Farras memberi komentar dengan bahasa khasnya. Dia juga bilang, “Kalau bunda (ibunya) tahu, pasti diomongin.” Begitulah kira-kira. Hahaha. Memang sangat buruk packing saat itu.
Dia tetap seperti terakhir kali aku lihat. Lihat di instastory. Rambutnya masih panjang, gondrong. Karena memang seperti itu dia terlihat lebih baik, begitu pula pendapat ibunya. Anak TI, tapi gaya anak seni. Jika kamu mengenalnya, ku kira harimu tidak akan membosankan. Minimal follow saja instagramnya, maka kamu akan senang setiap hari. Hal-hal yang dia post itu anti mainstream dan.. absurd. Tapi itulah bedanya dia daripada yang lain. I’m proud of you, Far! Huehehehehe.
Subuh tiba, tetap belum mendapatkan kabar dari Linda. Akhirnya aku meminta bantuan Kharisma untuk menghubungi. Aku dan Farras memutuskan untuk mencari masjid terdekat untuk menunaikan sholat subuh. Farras membawa ke masjid UGM. Cukup jauh jarak antara malioboro-masjid UGM. Tapi yang didapati adalah zonk. Masjid UGM terkunci. Aku mengecek gawai, dan ternyata ada kabar dari Linda, dia mengirim alamat kosnya. Dengan bantuan Google Maps, kami segera menuju kesana. Sekitar pukul 05.00 WIB, kami sampai di tempat kos Linda. Siang sekali untuk sholat Subuh sebenarnya. Maka dari itu, aku meminta Farras menyegerakan sholat Subuh di masjid terdekat dari situ. Aku bertemu dan bersalaman dengan Linda. Sementara Farras berpesan, “Nitip ya, mbak! Kalau bandel pulangin aja!” seperti itulah Farras. Kami berjanji untuk bertemu sekitar pukul 10.00 WIB, setelah kelas pertamanya selesai.
#Menunggu pagi di dalam kos
Setelah menyimpan barang di dalam kamar kos Linda, aku beristirahat sebentar kemudian mengambil wudu. Sholat, dan berbincang sedikit dengan Linda yang sedang menyiapkan nasi, juga keperluan kuliah. Linda berkuliah di Universitas Suryawinata Tamansiswa (UST), jurusan PGSD, mahasiswa baru. Hari itu dia kuliah pagi, aku ditinggal di kosannya dengan dititipkan kunci gembok, agar tidak susah ketika aku akan keluar, exploring Yogyakarta. Selepas keberangkatannya, aku mandi, lalu memakan sarapan yang disiapkan Linda. Dia memang baik sekali, padahal kami baru berkenalan, dia tuan rumah yang sangat bisa bersikap ramah kepada tamunya. Selepas sarapan, aku berniat untuk berjalan kaki sendiri di sekitar tempat kos. Tapi ternyata rasa kantuk lebih menguasai. Aku tertidur dan terbangun pada pukul 08.00 WIB, langsung mempersiapkan diri untuk perjalanan mengelilingi Jogja hari itu.
#Grathama Pustaka
Sekitar pukul 09.00 WIB, aku keluar dari kamar, siap memulai perjalanan di Yogyakarta. Dengan sok ngide, aku mencari perpustakaan UST. Ku kira jaraknya dekat, karena tempat kos Linda dekat dengan gedung olahraganya. Tapi ternyata jauh. Dipertengahan jalan, Farras menanyakan apakah akan jadi atau tidak, dan dimana posisiku. Kemudian aku melanjutkan kegiatan nyikreuh ini, hingga sampai pada sebuah toko buku. Padahal niatnya hanya lihat-lihat saja, tapi petugas toko mendekati dan menawarkan bantuan. Tidak enak sebenarnya, hanya ingin melihat tapi seolah akan membeli. Kami berbincang sedikit, beliau berpikir bahwa Purwakarta adalah sama dengan Purwokerto. Itu adalah hal biasa ketika mengunjungi daerah Jawa.
Farras menelepon untuk memberitahukan bahwa dia telah berada di Indom*ret, sesuai dengan lokasi yang aku kirimkan sebelumnya. Memang toko buku yang dikunjungi dekat sekali lokasinya dengan Indom*ret. Kami berangkat tanpa arah tujuan sebelumnya. Mulanya Farras menawarkan untuk menonton film, Venom, yang jujur saja aku kurang interest dengan menonton film. Maksudku, jauh-jauh ke Yogyakarta tapi akhirnya main ke bioskop. Useless. Tapi diperjalanan dia bilang, bahwa tiket yang dimaksud, buy 1 get 2 telah habis. Dia pun mengajakku ke perpustakaan. Senangnya bukan main. Karena aku memang sedang membutuhkan buku untuk referensi mengajar private seorang anak berkebutuhan khusus.
#Makan siang di Preksu
Makan siang dengan menu ayam geprek + keju mozzarella + kecap manis menjadi menu makan siang hari itu. Agak absurd memang, itu adalah menu yang membuatku penasaran karena dulu dia sempat memakan menu yang sama. Haha. Hanya ingin merasakan bagaimana rasanya makanan seperti itu. Hasilnya? Enek.. karena.. keju.. sip.
#Beristirahat di tempat kos Farras?!
Ok. Kami bingung kemana melanjutkan perjalanan. Cuaca Jogja pada siang hari sungguh panas, sama saja seperti di Purwakarta. Jadi tidak mungkin untuk menuju ke tempat wisata terbuka. Farras mengajakku ke Gelato. Aku menolak. Tentu saja. Alasannya karena aku tidak mau melewati waktu di Jogja ke tempat-tempat seperti itu, sayang. Dan harganya yang tidak murah pun menjadi alasan lainnya, mengingat aku masih punya 4 hari untuk bertahan hidup di Yogyakarta. Dia bilang, kalau begitu kembali saja ke tempat kos masing-masing baru sore harinya bertemu lagi, tapi aku tidak mau. Atau mampir saja sebentar ke tempat kosnya, untuk charging baterai kamera dan beristirahat sebentar. Sebenarnya aku menolak pada awalnya, karena tidak etis rasanya. Tapi karena saat itu tidak ada tujuan lain, maka aku setuju. Tempat kosmya tepat di belakang kampus yang menjadi tempat untuk menuntut ilmu. Tidak enak hati rasanya. Dia beristirahat (tidur) sementara aku menggunakan pcnya untuk membuka akun Line yang dimiliki.
#Bukit Paralayang Parang Endog

Kami berniat untuk berangkat pukul 16.00 WIB. Tapi.. ngaret. Ada hal yang mungkin bisa dikatakan lucu. Jadi, sebelum berangkat aku menunaikan sholat ashar di kosan Farras. Tapi aku lupa menanyakan arah kiblat. Dia yang sedang berada di dalam kamar mandi (kamar mandi di luar), aku tanya dari luar. Dia bilang kiblatnya menuju arah universitasnya. Tapi.. aku salah, malah mengarah ke kantin. Alhasil aku mengulangi sholatnya lagi. Terlalu polos.
Sebelum berangkat, dia sempat merasa bingung sendiri antara pakai sandal, yang tentu tak akan melindungi dari dinginnya malam, atau sepatu, yang malas dia lepas ketika di tempat destinasi selanjutnya. Akhirnya dia memilih memakai sepatu. Sepele, tapi itu tetap menjadi bagian ceritaku. Kami menuju ke.. kontrakan (atau rumah?) temannya untuk meminjam tripod. Karena niatnya, ingin menangkap momen matahari terbenam (sunset) di sana. Ada hal lucu yang aku ingat. Aku lupa siapa nama temannya itu, tapi ketika Farras meminta temannya keluar, dia tidak tahu kalau ada aku yang membersamai Farras. Tanpa kaos, teman Farras keluar dari rumah dan kebetulan aku sedang melihat ke arahnya. Tengsin. Itu yang aku lihat. Kemudian dia berbalik untuk membetulkan penampilannya terlebih dahulu. Aku dan Farras tertawa melihat kelakuan dia. Lah lagian ngapa dah bocah ga pake baju. Mentang-mentang hanya ketemu temen deket. Santai amat dah, padahal keluar rumah, jadi begini kan. Wkwkwk.
Perjalanan menuju bukit itu ternyata jauh dan lama. Farras bilang, dia merasa jalan yang dilewati tidak seperti biasanya, terasa lebih jauh, dan macet pula. Karenanya, sunset yang dinantikan hanya bisa dirasakan diperjalanan saja. Ketika tiba disana, sudah masuk waktu maghrib. Tapi untungnya hari itu cukup cerah. Lepas sholat maghrib, aku diajak ke bagian atas bukit olehnya. Melewati tempat yang seharusnya menjadi spot untuk melihat sunset. Ku kira, kami menuju pulang. Ternyata dia mengajakku untuk melihat milkyway. Galaksi yang selama ini aku impikan untuk disaksikan secara langsung. Meski, aku belum mempelajari secara mendalam tentang galaksi. Tapi aku senang sekali, ternyata Farras ingat akan mimpiku yang satu itu. Dan terwujud. Farras bilang, milkyway saat kita melihatnya di gunung hampir mirip, hanya suhunya saja yang lebih dingin.



#Bukit Bintang
Tujuan berikutnya kami tempuh dengan jarak yang sama jauhnya. Aku merasa enak tak enak pada Farras, mengendarai motor dengan jangka waktu yang lama pasti melelahkan. Di sana kami memesan 2 porsi nasi goreng sebagai menu makan malam. Segelas susu putih dan segelas minuman jahe hangat. Menikmati indahnya gemerlap lampu kota Yogyakarta dari tempat ini, mungkin bisa kau bilang romantis. Tapi kala itu, aku merasa ini sebagai perjalanan pencapaian impian saja. Meski tetap rasanya bahagia sekali.
Tempat duduk kami, dia yang pilihkan. Katanya, itu tempat yang biasa dia pilih ketika ke sana. Bersama teman-temannya, tamunya, gebetannya, dan kini tetangganya. Di tempat ini, kami sempat mengambil foto bersama. Apa perlu ku lampirkan? Hahaha. Aku suka tiba-tiba ingin tertawa jika membicarakan temanku yang satu itu. Karena seperti yang sudah ku ceritakan sebelumnya, ada saja hal yang akan membuatmu tertawa darinya. XD. Oh iya, jangan pernah berpikir bahwa kami adalah dua orang yang.. kau pasti tahu maksudku. Karena kini aku tak mau mengingatnya seperti itu. Biarkan aku nyaman tanpa memikirkan hal yang lebih dari sebuah pertemanan. Karena kau pun pasti tahu, itu tak halal. Biarkan mengalir saja hingga mungkin memang telah tiba masanya kelak. Tunggu, mengapa jadi mengatakan hal seperti ini?-_-"
WKWKWKWKWKWKWKWKWKWK
Aku memintanya untuk memesankan air mineral. Karena dari perjalanan menuju Bukit Paralayang kemudian dilanjut menuju Bukit Bintang ini, seingatku kami tidak minum sama sekali. Karena tidak adanya tumblr yang bisa dibawa jika ingin dibekal. Haus. Mungkin dia lebih haus. Kami hanya memesan satu botol 600 ml saja, mengingat kekhawatiran harga yang bisa naik hingga 3 kali lipat dari biasanya. Oh iya, ketika menuju Bukit Bintang, di parkiran Bukit Paralayang dia mengeluh masuk angin. Aku sudah menyarankan untuk meminum tol*k *ngin yang aku bawa. Tapi dia bilang nanti saja. Baru ketika akan pulang dari Bukit Bintang, mungkin dia merasa masuk angin itu semakin menjadi. Akhirnya dia meminta kembali tol*k *ngin yang ku bawa tadi, dan segera meminumnya.
Pukul 22.00 WIB kami pulang. Suhu semakin dingin, apalagi menaiki motor. Aku tak membawa jaket saat itu. Farras bilang, berlindung saja dibelakang badannya agar angin malam tak langsung menyergap kulit tubuhku. Hahaha. Baik sekali makhluk ini, ya Allah. Mengisi perjalanan dengan berbincang, meski seperti lainnya, penumpang pasti akan tiba-tiba budeg ketika diajak berbicara di atas motor. Aku sampai merasa ngantuk, dan beberapa saat memejamkan mata tapi tak bisa bebas tertidur demi menjaga keseimbangan. Dari pagi hingga malam, kami habiskan Kamis meski ada yang tak sesuai rencana. Dia mengantarku hingga tempat kos Linda. Dan cerita Kamis ini beristirahat sejenak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar